Wakil Megawati 2004

Kalender Jawa Februari 2004

Download Kalender Jawa Tahun 2004 PNG

Tersedia versi file png dari Kalender Jawa Tahun 2004. Anda dapat mengunduh gambar kalender jawa Tahun 2004 gratis. Silahkan unduh dengan klik tombol dibawah ini sesuai pilihan bulan nya:

Hubungan dengan Wahid dan naik ke kursi kepresidenan

Megawati memiliki hubungan ambivalen dengan Wahid. Pada reshuffle Kabinet Agustus 2000 misalnya, Megawati tidak hadir untuk mengumumkan susunan baru.[25] Pada kesempatan lain, ketika gelombang politik mulai berbalik melawan Wahid, Megawati membelanya dan mengecam para kritikus.[26] Pada tahun 2001, Megawati mulai menjauhkan diri dari Wahid ketika Sidang Istimewa MPR mendekat dan prospeknya menjadi presiden meningkat. Meski menolak berkomentar secara spesifik, dia menunjukkan tanda-tanda mempersiapkan diri, mengadakan pertemuan dengan para pemimpin partai sehari sebelum Sidang Istimewa dimulai.

Kalender Jawa September 2004

Kongres Nasional PDI-P tahun 2000

Kongres Pertama PDI-P diadakan di Semarang, Jawa Tengah, pada bulan April 2000, di mana Megawati terpilih kembali sebagai Ketua untuk masa jabatan kedua.[21] Megawati mengkonsolidasikan posisinya dalam PDI-P dengan mengambil tindakan keras untuk menyingkirkan calon pesaing.[22] Dalam pemilihan Ketua, muncul dua calon lain; Eros Djarot dan Dimyati Hartono. Mereka mencalonkan diri karena tidak ingin Megawati merangkap sebagai ketua dan wakil presiden. Pencalonan Eros dari cabang Jakarta Selatan batal karena masalah keanggotaan. Eros tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam Kongres. Kecewa dengan apa yang dia anggap sebagai kultus kepribadian yang berkembang di sekitar Megawati, Eros meninggalkan PDI-P. Pada Juli 2002, ia membentuk Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia. Meski pencalonan Dimyati tidak ditentang sekeras Eros, ia dicopot sebagai Kepala Cabang Pusat PDI-P. Dia mempertahankan posisinya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi meninggalkan partai untuk menjadi dosen universitas.[23] Pada April 2002, Dimyati membentuk Partai Indonesia Tanah Air Kita.[24]

Kehidupan awal dan pendidikan

Megawati lahir di Yogyakarta dari pasangan Soekarno, yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari Belanda 2 tahun sebelumnya pada tahun 1945, dan Fatmawati, seorang keturunan bangsawan Inderapura, salah satu dari sembilan istri Soekarno. Megawati adalah anak kedua dan putri pertama Soekarno. Dia dibesarkan di Istana Merdeka ayahnya. Dia menari untuk tamu ayahnya dan mengembangkan hobi berkebun. Megawati berusia 19 tahun ketika ayahnya melepaskan kekuasaan pada tahun 1966 dan digantikan oleh pemerintahan yang akhirnya dipimpin oleh Presiden Soeharto.[6]

Megawati kuliah di Universitas Padjajaran di Bandung untuk belajar pertanian tetapi keluar pada tahun 1967 untuk bersama ayahnya setelah kejatuhannya. Pada tahun 1970, tahun ayahnya meninggal, Megawati pergi ke Universitas Indonesia untuk belajar psikologi tetapi keluar setelah dua tahun.[7]

Pada tahun 1986, Soeharto memberikan status Pahlawan Proklamasi kepada Soekarno dalam sebuah upacara yang dihadiri oleh Megawati. Pengakuan Soeharto memungkinkan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), sebuah partai yang didukung pemerintah, untuk mengkampanyekan nostalgia Soekarno menjelang pemilihan legislatif 1987. Selama ini Megawati melihat dirinya sebagai ibu rumah tangga, tetapi pada tahun 1987 ia bergabung dengan PDI dan mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).[6] PDI menerima Megawati untuk mendongkrak citranya sendiri. Megawati dengan cepat menjadi populer, statusnya sebagai putri Soekarno mengimbangi kurangnya keterampilan berpidato. Meski PDI berada di urutan terakhir dalam pemilu, Megawati terpilih menjadi anggota DPR. Seperti semua anggota DPR, ia juga menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).[8]

Setelah memasuki era Reformasi, untuk pertama kalinya Pemerintah Republik Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun 2004. Pilpres 2004 diselenggarakan untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden periode 2004 sampai 2009. Pemilu Presiden pertama berlandaskan pada UU no 23 Tahun 2003 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sebagai penyelenggara pemilu, dibentuk Lembaga independent dan mandiri Bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara presiden menjadi penanggung jawab pelaksanaan pemilu. Untuk mencegah tertundanya pelaksanaan pemilu, Presiden Megawati Soekarnoputri mengusulkan pembentukan KPU di daerah-daerah. Lembaga ini dinamai Perwakilan Sekretariat KPU dan didirikan di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota. Tugas Lembaga tersebut adalah mempersiapkan administrasi pelaksanaan pemilu sembari menunggu pembahasan empat undang-undang, yakni UU Partai Politik, UU Pemilu, UU Susunan dan Kedudukan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Pada masa kampanye Pilpres 2004, Megawati Soekarnoputri memainkan peran yang penting dalam upaya untuk mempertahankan posisi presiden. Sebagai petahana, Megawati menggunakan pengalaman dan popularitasnya untuk memperkuat kampanyenya dan memperjuangkan visi dan program-programnya kepada masyarakat. Megawati yang merupakan putri dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno, saat itu memperebutkan kursi presiden dengan calon lainnya, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono. Pada saat itu Megawati berpasangan dengan Hasyim Muzadi.

Pertarungan dalam Pilpres 2004 ini sangat ketat dan menarik perhatian publik. Megawati yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden, menghadapi kritik atas kebijakan-kebijakannya selama memimpin negara. Namun, di sisi lain, ia juga mendapatkan dukungan dari sebagian besar partai politik dan pendukungnya. Selama kampanye, Megawati didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai politik yang ia pimpin. Partai ini memberikan dukungan yang kuat dalam upaya memenangkan kembali posisi presiden bagi Megawati. Kemudian di tengah sorotan publik yang mengkritik kebijakan-kebijakannya selama memimpin negara, Megawati juga menyoroti prestasi dan pencapaian yang telah diraih selama kepemimpinannya. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya stabilitas politik dan keutuhan bangsa Indonesia di tengah tantangan dan persaingan politik yang semakin ketat. Selama proses dan hasil Pilpres 2004, Megawati Soekarnoputri tetap dihormati sebagai tokoh politik yang berpengaruh dan memiliki peran penting dalam dinamika politik Indonesia.

Pemilihan presiden tahun 2004 selanjutnya diselenggarakan dalam dua putaran. Putaran pertama diikuti oleh lima pasangan calon presiden dan wakil presiden. Total pemilih terdaftar yaitu sebanyak 153.320.544 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 122.293.844 orang atau 79,76 persen menggunakan hak pilihnya. Sementara lebih dari 20 persen lainnya memilih golongan putih atau golput.

Dari total jumlah suara, sebanyak 97,84 persen atau 119.656.868 suara dinyatakan sah. Pasangan nomor urut 1, Wiranto dan Salahuddin Wahid mendapatkan suara sebanyak 26.286.788 atau 22,15 persen. Pasangan nomor urut 2, Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi dengan suara 31.569.104 atau 26,61 persen. Sedangkan pasangan nomor urut 3, Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo mendapatkan suara 17.392.931 atau 14,66 persen. Pasangan nomor urut 4, Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla dengan suara sebanyak 39.838.184 atau 33,57 persen. Sementara pasangan nomor urut 5, Hamzah Haz dan Agum Gumelar mendapatkan suara sebanyak 3.569.861 atau 3,01 persen.

Putara kedua pemilihan presiden 2004 diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004 dengan mempertemukan pasangan Megawati-Hasyim Muzadi dan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Dari total jumlah suara, sebanyak 114.257.054 suara atau 97,94 persen dinyatakan sah. Rincia pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi memperoleh dukungan sebanyak 44.990.704 suara atau 39,38 persen. Sedangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla mendapatkan suara sebanyak 69.266.350 atau 60,62 persen. Berdasarkan hasil perolehan suara tersebut, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla akhirnya keluar sebagai pemenang.

Meskipun tidak berhasil mempertahankan jabatan presiden, Megawati tetap aktif dalam politik Indonesia, memperjuangkan kepentingan rakyat, dan menjadi sosok yang dihormati dalam berbagai forum politik dan sosial di tanah air. Pilpres 2004 menunjukkan bahwa meskipun Megawati kalah dalam pertarungan politik, namun ia tetap merupakan tokoh yang berpengaruh dan memiliki basis dukungan yang kuat di Indonesia. Megawati tetap aktif dalam politik Indonesia dan memegang peran penting dalam partainya, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dengan pengalaman yang dimilikinya, Megawati terus berjuang untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan memperjuangkan demokrasi di Indonesia. Sebagai salah satu figur politik wanita terkemuka di Indonesia, Megawati Soekarnoputri terus memberikan kontribusi yang berarti dalam membangun negara dan memperjuangkan keadilan bagi rakyat Indonesia.

Meskipun pada akhirnya Megawati kalah dalam Pilpres 2004 dan harus menyerahkan kekuasaan kepada Susilo Bambang Yudhoyono, namun ia tetap memberikan pernyataan yang bijak dan bersikap sebagai pemimpin yang menerima hasil dengan lapang dada dan tetap memberikan dukungan untuk kelancaran pemerintahan yang baru. Sikap ini dinilai menunjukkan kedewasaan politik dan sikap yang menghormati demokrasi.

Pour, Julis, dkk. 2014. Presiden Republik Indonesia 1945-2014. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id/detil/930/melihat-kembali-pemilihan-umum-presiden-pilpres-pertama-di-indonesia

https://news.detik.com/berita/d-4514180/singgung-pilpres-2004-2009-megawati-waktu-kalah-saya-nggak-ribut

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/04/06050031/pilpres-2004–pertama-dalam-sejarah-pemilihan-presiden-digelar-langsung-?page=all

Penulis: Ezano Fernando Triantaka

Jabatan pascakepresidenan

Sejauh ini, hanya Megawati yang merupakan mantan presiden Indonesia yang entah bagaimana mempertahankan pengaruhnya di pemerintahan yang berkuasa dan bahkan diangkat ke posisi strategis dengan kemampuan penasihat. Pada 22 Maret 2018, ia diangkat sebagai Ketua Panitia Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Ia juga menjabat sebagai Ketua Panitia Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional sejak 5 Mei 2021. Untuk yang terakhir, meskipun menjabat sejak 5 Mei 2021, ia dilantik secara resmi pada 13 September 2021.[58][59]

Pada 3 Oktober 2023, Megawati bertemu dengan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.[60]

Suami pertama Megawati adalah Letnan Satu Surindro Supjarso, yang dinikahinya pada 1 Juni 1968. Ia tewas dalam kecelakaan pesawat di Biak, Irian Barat, pada 22 Januari 1970. Pada 27 Juni 1972, ia menikah dengan Hassan Gamal Ahmad Hassan, seorang diplomat Mesir. Pernikahan itu dibatalkan oleh Pengadilan Agama kurang dari 3 bulan kemudian.[7] Ia kemudian menikah dengan Taufiq Kiemas pada 25 Maret 1973. Ia meninggal pada 8 Juni 2013.[61] Ia dikaruniai tiga orang anak, Mohammad Rizki Pratama, Muhammad Prananda Prabowo, dan Puan Maharani. Anak laki-lakinya berasal dari pernikahannya dengan Surindro, sedangkan Puan adalah anak tunggal dari pernikahan Megawati dengan Taufiq.[62][63]

Pemilihan presiden tidak langsung 1999

Koalisi PDI-P Megawati dan PKB menghadapi ujian pertamanya ketika MPR berkumpul untuk memilih Ketuanya. Megawati memberikan dukungannya di belakang Matori Abdul Djalil, Ketua PKB. Ia dikalahkan habis-habisan oleh Amien, yang selain mendapat dukungan Poros Tengah juga didukung Golkar.[19] Koalisi Golkar dan Poros Tengah kembali menggebrak saat mengamankan pemilihan Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR. Pada tahap ini, masyarakat menjadi khawatir bahwa Megawati, yang paling mewakili reformasi, akan dihalangi oleh proses politik dan status quo akan dipertahankan. Pendukung PDI-P mulai berkumpul di Jakarta.

Habibie membuat pidato yang kurang diterima tentang akuntabilitas politik yang membuatnya mundur. Pemilihan presiden yang dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 1999 berpihak pada Megawati dan Wahid. Megawati memimpin lebih dulu, tetapi disusul dan kalah dengan 313 suara dibandingkan dengan 373 suara Wahid. Kekalahan Megawati memicu para pendukungnya untuk memberontak.[19] Kerusuhan berkecamuk di Jawa dan Bali. Di kota Solo, massa PDIP menyerang rumah Amien.

Keesokan harinya, MPR berkumpul untuk memilih wakil presiden. PDI-P sempat mempertimbangkan untuk mencalonkan Megawati, tetapi khawatir koalisi Poros Tengah dan Golkar akan kembali menggagalkannya. Sebaliknya, PKB mencalonkan Megawati. Dia menghadapi persaingan ketat dari Hamzah Haz, Akbar Tanjung dan Jenderal Wiranto. Sadar akan kerusuhan itu, Akbar dan Wiranto mundur.[19] Hamzah tetap bertahan, tapi Megawati mengalahkannya 396 berbanding 284. Dalam pidato pelantikannya, dia menyerukan ketenangan.

Wakil presiden (1999–2001)

Sebagai wakil presiden, Megawati memiliki kewenangan yang cukup besar karena menguasai banyak kursi di DPR. Wahid mendelegasikan kepadanya masalah di Ambon, meskipun dia tidak berhasil.[20] Pada saat Sidang Tahunan MPR diselenggarakan pada Agustus 2000, banyak yang menilai Wahid tidak efektif sebagai presiden atau sebagai administrator. Wahid menanggapi hal ini dengan mengeluarkan keputusan presiden, yang memberi Megawati kendali sehari-hari atas pemerintahan.[20]