Nampaknya seperti anda telah menyalahgunakan ciri ini dengan pergi terlalu cepat. Anda telah disekat sementara waktu daripada menggunakannya.
Jika anda fikir perkara ini bertentangan dengan Standard Komuniti kami
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Selama ini kita mengenal Hong Kong sebagai sebuah kawasan metropolitan yang dihiasi dengan gedung-gedung pencakar langit yang menjulang, kawasan bisnis yang super sibuk serta tempat wisata yang beragam. Namun ternyata ada sisi lain Hong Kong yang menyajikan sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan kondisi di atas. Sebuah tempat yang menyajikan pemandangan alami dan saya yakin kita tidak akan menyangka bahwa lokasi tersebut masih berada di Hong Kong.
Cheung Chau adalah pulau kecil dengan bentuk memanjang yang menjadi asal muasal nama Cheung Chau yang dalam Bahasa Kanton artinya pulau panjang. Pulau ini dihiasi oleh bukit-bukit di bagian ujung utara dan selatan. Sedangkan pada bagian tengahnya terdapat pemukiman penduduk yang telah menghuni pulau ini lebih lama dari tempat manapun di wilayah Hong Kong.
Sebagai wilayah perbukitan, pengunjung bisa melakukan pendakian sambil melihat indahnya pemandangan laut disekelilingnya. Saat mendaki, Anda akan melewati Kuil Cheung Chau yang didirikan sekitar 200 tahun lalu. Kuil ini didirikan sebagai penghormatan kepada Pak Tai yang dikenal sebagai dewa laut Tao atau sebagai Adikaisar di Surga Utara atau Surga Misterius.
Dalam kuil ini terdapat ukiran kayu berlapis emas yang berasal dari Dinasti Qing (1644-1911) dan sebuah pedang besi Dinasti Song (960-1279). Pada bagian atap kuil terdapat ukiran naga yang merupakan arsitektur China klasik. Kuil ini juga merupakan pusat festival selama Festival Bakpao yang diadakan pada hari kedelapan bulan keempat kalender China.
Tujuan pendakian selanjutnya adalah melewati pemukiman tradisional dan teluk berpasir Tai Kwai Wan. Dari sini perjalanan Anda mulai menanjak menuju ke puncak ujung bagian utara pulau. Setelah melewati jalan beraspal kita akan menemukan jalur tanah menuju puncak bagian timur dan dari tempat inilah Anda dapat menikmati pemandangan indah menghadap ke sekeliling pulau Cheung Chau dan laut yang mengitarinya.
Kondisi lingkungan di bagian ujung utara pulau jalur umumnya terawat dengan baik dan mudah dilalui walau jalurnya masih jalan tanah dan masih banyak vegetasi yang didominasi oleh semak dan pohon kecil sehingga tidak menghalangi pandangan ke depan. Selama perjalanan, kita dapat menikmati lingkungan sekitar yang masih sangat asri dan juga menarik untuk berburu foto-foto pemandangan alam.
Pendakian menuju bagian puncak selatan Cheung Chau dapat dicapai dengan melalui Jalan Cheung Chau Peak. Jalan ini merupakan rute permukiman dan selanjutnya kita akan menemukan hutan. Rute ini lebih berat dibanding jalur pendakian ke bagian utara. Anda mungkin bertemu dengan beberapa satwa liar pada rute ini.
Di ujung selatan pulau jalur pendakian terbagi dua menuju bukit di sebelah barat dan timur. Pendakian ke bukit di bagian timur dapat dilalui melewati Jalan Don Bosco melalui pemukiman dengan jalanan cenderung datar. Sedangkan puncak barat dapat dicapai dengan mengikuti Jalan Peak West melewati permukiman dengan jalan yang lebih terjal dan melewati kuburan besar Cheung Chau.
Salah satu tempat unik yang banyak menarik perhatian wisatawan adalah adanya goa yang dipercaya sebagai tempat persembunyian Cheung Po Tsai, seorang bajak laut tangguh di kawasan Laut Cina Selatan pada akhir abad ke-18. Cheung Po Tsai memiliki armada 600 kapal dan 50.000 pengikut. Namun pada tahun 1810 ia menyerahkan diri kepada Pemerintah Qing, namun justru diberi kepercayaan sebagai salah seorang perwira di Angkatan Laut China. Goa Cheung Po Tsai merupakan salah salah satu tempat persembunyian sang bajak laut yang karakternya pernah hadir dalam film The Pirates of Carribean : The World End sebagai Sao Feng yang diperankan oleh aktor kawakan Hong Kong Chow Yun-fat. Untuk memasuki area goa yang gelap disarankan membawa obor atau senter dan peralatan pengaman lainnya.
Anda juga bisa mencoba mendayung canoe di pantai yang berada di sekitar wilayah Cheung Chau, menikmati jernihnya air laut dan lembutnya pasir di pantai Cheung Chau. Menelusuri sisi timur pantai Cheung Chau seperti merasakan pengalaman bajak laut yang menelusuri pantai penuh batu karang. Pantai ini juga merupakan tempat yang ideal untuk selancar angin. Di tempat inilah juara Olimpiade untuk selancar angin asal Hong Kong yang memenangkan medali emas pada tahun 1996 berlatih.
Untuk yang ingin mencoba kuliner setempat bisa mengunjungi area Pak She Praya Road yang menghadirkan berbagai restoran dengan pilihan menu seafood segar hasil tangkapan nelayan lokal. Ah Sun’s Kitchen adalah salah satu restoran yang wajib dicoba karena restoran ini masuk dalam daftar Top 10 Seafood Restoran. Pengunjung bisa memilih seafood yang ingin dimasak.
Lihat Travel Story Selengkapnya
Lokasi Pantai Pulau Merah tidak jauh dari Pantai Mustika Pancer, tepatnya berada di Pesanggaran, Banyuwangi Saat senja, pemandangan matahari tenggelam menjadi sajian indah bagi para pengunjung Pantai Pulau Merah Pantai Pulau Merah bisa dikatakan salah satu surganya para pecinta olahraga selancar Selain ombak besar, karakteristik unik Pantai Pulau Merah terletak pada pemandangan pulau yang ada di dekat bibir pantai Selain Pantai Plengkung pamor Pantai Pulau Merah sebagai pantai surfing sudah melekat di mata wisatawan lokal maupun asing Pantai Pulau Merah memiliki pemandangan memukau dan ombak besar yang wajib Anda kunjungi di Banyuwangi Garis pantai yang panjang dengan air yang jernih dan pasirnya yang putih sekaligus lembut menjadi daya tarik tersendiri di pantai ini
Pantai ini bisa dikatakan salah satu surganya para pecinta olahraga selancar. Berselancar diatas ombak besar sambil melakukan beberapa manuver menjadi pemandangan yang tersaji di pantai ini. Inilah Pantai Pulau Merah, salah satu pantai dengan pemandangan memukau dan ombak besar yang wajib Anda kunjungi di Banyuwangi.
Lokasi Pantai Pulau Merah tidak jauh dari Pantai Mustika Pancer, tepatnya berada di Pesanggaran, Banyuwangi. Dengan dukungan akses jalan yang memadai, tidak mengherankan jika Pantai Pulau Merah kerap menjadi salah satu pantai yang selalu ramai setiap hari, baik oleh wisatawan lokal maupun asing.
Selain ombak yang besar, karakteristik unik Pantai Pulau Merah terletak pada pemandangan pulau yang ada di dekat bibir pantai. Pulau berupa batuan karang dengan tinggi mencapai lebih dari 200 meter ini menjadi unik lantaran tiap pengunjung bisa menjamahinya dikala air laut surut. Menjelang matahari terbenam, pulau yang memiliki tanah merah ini bagaikan berubah warna menjadi merah. Dari fenomena alam itulah kemudian pantai ini dinamakan dengan nama Pantai Pulau Merah.
Pantai Pulau Merah mempunyai garis pantai hingga lebih dari 3 km. Garis pantai yang panjang tersebut dilengkapi dengan air yang jernih dan pasirnya yang putih sekaligus lembut. Karakteristik ombaknya yang saling berbenturan membuat ombak Pantai Pulau Merah menjadi kecil ketika sampai di bibir pantai. Karenanya, pantai ini menjadi tempat yang cocok bagi anak-anak untuk bermain air.
Meskipun demikian, Pantai Pulau Merah sesungguhnya mempunyai ombak yang besar di tengah pantai. Ombak yang tingginya lebih dari 3 meter selalu menjadi tantangan tersendiri bagi para pecinta olahraga berselancar. Pamor Pantai Pulau Merah sebagai pantai surfing memang sudah melekat di mata wisatawan lokal maupun asing, selain Pantai Plengkung tentunya.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terus menggalakan promosi untuk memperkenalkan pantai ini sebagai salah satu pantai terindah di Jawa Timur. Dikelola oleh Perhutani, Pantai Pulau Merah sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung wisata antara lain, bungalow, kantin dengan berbagai menu khas pesisir, hingga penginapan dengan harga terjangkau. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]
0°30′36″S 117°08′18″E / 0.51000°S 117.13838°E / -0.51000; 117.13838
Samarinda Seberang adalah salah satu kecamatan di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang terkecil di Samarinda, tetapi memiliki jumlah kepadatan yang paling tinggi. Nama asli Samarinda Seberang pada masa dahulu dikenal dengan nama Mangkupalas ibu kota Kesultanan Kutai. Kecamatan ini berada di ujung sebelah barat dari posisi geografis Kota Samarinda
Pada saat pecah perang Gowa, pasukan Belanda di bawah Laksamana Speelman memimpin angkatan laut Kompeni menyerang Makassar dari laut, sedangkan Arung Palakka yang mendapat bantuan dari Belanda karena ingin melepaskan Bone dari penjajahan Sultan Hasanuddin (raja Gowa) menyerang dari daratan. Akhirnya Kerajaan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667.
Sebagian orang-orang Bugis Wajo dari kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap isi perjanjian Bongaja tersebut, mereka tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan Belanda dan ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lainnya di antaranya ada yang hijrah ke daerah Kesultanan Kutai, yaitu rombongan yang dipimpin oleh La Mohang Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang pertama). Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai.
Atas kesepakatan dan perjanjian, oleh Raja Kutai rombongan tersebut diberikan lokasi sekitar kampung melantai, suatu daerah dataran rendah yang baik untuk usaha Pertanian, Perikanan dan Perdagangan. Sesuai dengan perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama di dalam menghadapi musuh.
Semua rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) tetapi daerah ini menimbulkan kesulitan di dalam pelayaran karena daerah yang berarus putar (berulak) dengan banyak kotoran sungai. Selain itu dengan latar belakang gunung-gunung (Gunung Selili).
Sekitar tahun 1668, Sultan yang dipertuan Kerajaan Kutai memerintahkan Pua Ado bersama pengikutnya yang asal tanah Sulawesi membuka perkampungan di Tanah Rendah. Pembukaan perkampungan ini dimaksud Sultan Kutai, sebagai daerah pertahanan dari serangan bajak laut asal Pilipina yang sering melakukan perampokan di berbagai daerah pantai wilayah kerajaan Kutai Kartanegara. Selain itu, Sultan yang dikenal bijaksana ini memang bermaksud memberikan tempat bagi masyarakat Bugis yang mencari suaka ke Kutai akibat peperangan di daerah asal mereka. Perkampungan tersebut oleh Sultan Kutai diberi nama Sama Rendah. Nama ini tentunya bukan asal sebut. Sama Rendah dimaksudkan agar semua penduduk, baik asli maupun pendatang, berderajat sama. Tidak ada perbedaan antara orang Bugis, Kutai, Banjar dan suku lainnya.
Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama tinggi antara rumah satu dengan yang lainnya, melambangkan tidak ada perbedaan derajat apakah bangsawan atau tidak, semua "sama" derajatnya dengan lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang berulak, dan di kiri kanan sungai daratan atau "rendah". Diperkirakan dari istilah inilah lokasi pemukiman baru tersebut dinamakan Samarenda atau lama-kelamaan ejaan Samarinda sehingga awal dari pendirian Kota Samarinda adalah dari sebuah kampung yang kini menjadi kecamatan Samarinda Seberang.[1]
Orang Samarinda zaman dulu beranggapan seberang itu adalah sebuah kampung atau pedesaan. Memang tak bisa dimungkiri kata seberang bagi warga Kaltim identik sekali dengan istilah dusun. Namun di beberapa tahun terakhir, citra ini berubah drastis menjadi anggapan bahwa seberang bukan lagi kampung melainkan "Kota Masa Depan". Hal ini dibuktikan dengan perkembangan Samarinda Seberang, Palaran, dan Loa Janan yang berpenduduk lebih dari 200.000 jiwa dari 5 tahun terakhir begitu pesat. Tampak dari pembangunan infrastruktur dan fasilitas kota yang mulai bermunculan seperti Jembatan Mahkota II, Jembatan Mahakam Hulu atau Mahulu, Intek Gunung Lipan, taman rekreasi Jessica Water Park, beberapa ruas jalan yang lebar, RSUD IA Moeis, SMP/SMA/SMK Plus Melati, Stadion Utama Palaran, Sirkuit Kalan, pelabuhan peti kemas di Palaran, beberapa perkantoran Pemerintah Kota dan Pemerintah Provinsi dan beberapa fasilitas lain, serta pertumbuhan pembangunan yang dikerjakan dari industri dan sektor swasta.
Samarinda Seberang terletak pada arah barat daya Kota Samarinda. Kontur wilayah ini mulai dari dataran rendah di tepi sungai hingga menjorok ke darat yang berbukit-bukit.
Pada tahun 2015, kecamatan Samarinda Seberang mengalami pemekaran kelurahan menjadi 6 Kelurahan, antara lain Kelurahan Mesjid, Kelurahan Baqa, Kelurahan Tenun, Kelurahan Sungai Keledang dan Kelurahan Gunung Panjang. Dengan masing-masing jumlah Rukun Tetangga (RT) yakni 21 RT, 19 RT, 22 RT, 13 RT, 33 RT, dan 6 RT. Sehingga total jumlah RT di Kecamatan Samarinda Seberang sebanyak 114 RT. Jumlah Tersebut sama dengan tahun sebelumnya.
Aparatur di setiap Kelurahan di Kecamatan Samarinda Seberang terdiri dari berbagai jabatan struktural atau fungsional diantaranya Lurah, Sekertaris Lurah, Kasi Pemerintahan, Kasi Ekonomi Pembangunan, Kasi Kesejahteraan Masyarakat, dan Kasi Trantib yang masing-masing jabatan tersebut diisi oleh 1 orang tiap Kelurahan ditambah Staff yang membantu tiap Seksi tersebut.[2]
Penduduk di Samarinda Seberang terdiri dari berbagai macam ras dan etnis, antara lain yang cukup dominan adalah Kutai, Banjar, Bugis, Jawa, Toraja, dan Dayak. Namun, salah satu etnis di kawasan Seberang bagian utara (Kampung Baqa dan Kampung Mesjid) sebagian besar adalah dari suku Bugis yang sejak turun-temurun tinggal di kawasan itu sejak Sultan Kutai memberikan tanah bagi mereka untuk bertempat tinggal dan hidup karena konflik dengan penjajah Belanda di tanah kelahiran mereka, yaitu di Sulawesi bagian selatan. Selain itu juga di kawasan Rapak Dalam dan Sungai Keledang, sebagian besar penduduknya adalah dari suku Banjar yang merantau dari tanah leluhur mereka di Tanah Banjar dikarenakan Kesultanan Banjar telah dihapuskan oleh kolonial Belanda pada tahun 1860 dan Belanda menguasai Tanah Banjar sehingga memaksa ribuan etnis Banjar yang tidak mau tunduk terhadap peraturan-peraturan kolonial untuk meninggalkan tanah kelahiran mereka dan pergi merantau, salah satu tujuan mereka adalah ke Samarinda.
Dengan luas wilayah 9,82 km2, perkembangan penduduk Kecamatan Samarinda Seberang mengalami kenaikan pada tahun 2015 mencapai 64.262 jiwa. Perkembangan penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa di Kecamatan ini penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan. Kecamatan Samarinda Seberang merupakan salah satu kecamatan terpadat di Kota Samarinda. Setiap 1 km2 lahannya dihuni oleh sekitar 4 ribu penduduk. Perkembangan penduduk di Samarinda seberang dari tahun 2012 sampai 2015 selalu mengalami perubahan. Kelurahan Mesjid yang paling banyak penduduknya berjumlah 24.137 jiwa merupakan gabungan dengan kelurahan Mangkupalas. Baqa berjumlah 19.172 jiwa gabungan dengan kelurahan Tenun dan kelurahan Sungai Keledang berjumlah 20.953 jiwa gabungan dengan kelurahan Gunung Panjang. Rasio Jenis Kelamin (RJK) menunjukkan angka sebesar 107,26.[2]
Kecamatan Samarinda Seberang terbagi dalam 6 kelurahan.[3] Nama-nama kelurahan dan kode posnya yaitu:
Sebelumnya, Samarinda Seberang terbagi dalam 8 kelurahan. Namun, karena pemekaran wilayah Samarinda Seberang menjadi kecamatan baru, yaitu Loa Janan Ilir yang terdiri dari 5 kelurahan, Sehinggan Samarinda Seberang hanya terdiri dari 3 kelurahan saja. Pada tahun 2015 Kecamatan Samarinda Seberang mengalami pemekaran kelurahan menjadi 6 Kelurahan. Kelurahan hasil pemekaran yaitu Kelurahan Mangkupalas, Kelurahan Tenun dan Kelurahan Gunung Panjang.[2]
Di Kecamatan Samarinda Seberang terbilang cukup lengkap untuk ketersediaan fasilitas pendidikan. Mulai dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi. Perguruan tinggi yang ada di kecamatan ini yaitu Politeknik Negeri Samarinda dan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda di kelurahan Gunung Panjang. Terdapat TK, SD, SLTP dan SLTA masing-masing sebanyak 19, 19, 5, 1 dan 2 buah. Murid Sekolah Dasar (SD) adalah murid yang paling banyak yaitu sebanyak 8.564 murid. Sedangkan untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) tercatat sebanyak 275 murid, hal ini wajar karena hanya terdapat 2 (dua) buah SLTA di kecamatan ini.
Berdasarkan rasio murid guru sekolah negeri menurut tingkat pendidikan dapat di lihat bahwa beban guru yang mengajar di SLTP lebih besar daripada SD dan SLTA. Hal ini dikarenakan hanya terdapat 1 (satu) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) di kecamatan ini, sehingga beban guru menjadi lebih besar. Sedangkan untuk sekolah swasta beban guru Sekolah Dasar (SD) lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan yang lain.[2]
Di Kecamatan Samarinda Seberang terdapat fasilitas kesehatan yang cukup beragam berupa puskesmas, posyandu, praktek dokter dan lainnya yang mudah dijangkau. Puskesmas terdapat di kelurahan Mesjid dan Baqam sedangkan di kelurahan Sungai Keledang hanya terdapat puskesmas pembantu. Untuk posyandu tersebar di seluruh kelurahan yang ada di kecamatan Samarinda Seberang.
Jumlah tenaga kesehatan pada tahun 2015 mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jumlah dokter untuk tahun 2015 berjumlah 24 orang. Selain itu terdapat pula tenaga kesehatan yang lain seperti mantri, bidan, perawat maupun dukun bersalin yang tersebar di masing-masing kelurahan.
Pada tahun 2014, tercatat bahwa jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Samarinda Seberang paling banyak terdapat di kelurahan Sungai Keledang yaitu sebesar 26 persen. Lalu kelurahan Mesjid 24 persen, kelurahan Baqa 18 persen, kelurahan Mangkupalas 17 persen, Kelurahan Tenun 9 persen dan yang paling sedikit 6 persen terdapat di kelurahan Gunung Panjang.
Banyaknya peserta aktif KB menurut alat kontrasepsi terlihat bahwa perserta aktif KB lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi berupa suntikan sebanyak 2.959 peserta. Dan alat kontrasepsi yang paling sedikit digunakan yaitu kondom sebanyak 258 peserta.[2]
Di Kecamatan Samarinda Seberang sangat kurang potensi untuk tanaman perkebunan. Luas tanam maupun luas panen tanaman perkebunan dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan. Tanaman karet sebanyak 9Ha, kelapa 10 Ha dan kopi 4 Ha. Sedangkan untuk sektor peternakan juga banyak mengalami penurunan populasi. Ternak yang banyak diusahakan warga yaitu ayam kampung sebanyak 27.920 ekor.
Di Kecamatan ini, konsumsi perikanan terletak pada komoditas perikanan laut dan darat. Produksi perikanan laut menurun dari sebelumnya sebanyak 3.146 ton pada tahun 2015. Tetapi sebaliknya untuk nilai bertambah dari tahun sebelumya.[2]
Kecamatan Samarinda Seberang terdiri dari berbagai macam suku dan agama. Sehingga tempat ibadah pun tersebar di masing-masing kelurahan. Setiap kelurahan memiliki tempat ibadah yang beragam, Berupa Mesjid, Langgar/Musholla dan Gereja. Mayoritas penduduk di Kecamatan ini adalah pemeluk Agama Islam sehingga terdapat lebih banyak masjid, langgar/musholla, sedangkan penyebaran tempat ibadah lainnya tidak merata di tiap kelurahan. Total keseluruhan tempat ibadah yang berada di Kecamatan Samarinda Seberang pada tahun 2015 ada 57 bangunan yang terdiri dari mesjid sebanyak 17 buah, langgar/musholla sebanyak 35 buah dan gereja sebanyak 5 buah.
Di Kecamatan ini, Semakin tahun jumlah pernikahan semakin bertambah, pada tahun 2015 tercatat jumlah pernikahan sebanyak 802 kali dan kelurahan Sungai Keledang tercatat yang paling banyak pernikahan yaitu 289 kali pernikahan.[2]
Karena pusat perdagangan dan pemerintahan hampir keseluruhan berada di Samarinda Kota, maka diperlukan transportasi untuk mendukung mobilitas penduduk Samarinda Seberang. Penghubung antara Samarinda Kota dengan Samarinda Seberang adalah Jembatan Mahkota I dan Jembatan Mahakam Ulu.
Secara umum, kondisi sarana dan prasarana transportasi di Kota Samarinda khusunya kecamatan Samarinda Seberang relatif baik. Hal ini di tunjukkan dengan bervariasinya sarana angkutan darat maupun angkutan air. Disamping itu, perlu juga diimbangi dengan kondisi infrastruktur terutama jalan yang harus lebih mendapat perhatian dan dibenahi guna memperlancar kegiatan ekonomi di Kota Samarinda, seperti kegiatan distribusi barang yang menjadi penopang sektor perdagangan. Data yang diperoleh dari kelurahan sangat terbatas sehingga tidak semua kelurahan dapat menyajikan data jumlah sarana angkutan darat maupun angkutan air yang ada di kelurahannya. Angkutan darat yang paling mendominasi yaitu sepeda motor sekitar 5.558 buah. Sementara kendaraan roda empat berjumlah 1.376 buah, sepeda 1.357 buah dan untuk angkutan gerobak tercatat sekitar 63 buah.
Sebelah utara kecamatan ini berbatasan langsung dengan Sungai Mahakam, sehingga masih terdapat sarana angkutan air, yang dimanfaatkan warganya sebagai salah satu mata pencaharian yaitu dengan angkutan penyeberangan dari samarinda seberang ke samarinda kota sehingga masih terdapat dermaga untuk kapal/perahu berlabuh. masih ada warga yang memanfaatkan penyeberangan sungai ini karena jaraknya lebih dekat untuk sampai kekota. Tercatat ada 7 buah dermaga, sarana angkutan air yang mendominasi yaitu perahu motor sekitar 147 buah, kapal motor 62 buah dan perahu 46 buah.[2]
Untuk melayani penduduk Samarinda Seberang yang menggunakan sarana transportasi umum, ada beberapa armada angkutan kota yang siap melayani, antara lain:
Selain itu di wilayah Samarinda Seberang terdapat sebuah terminal yang terletak di Jl. Bung Tomo yang melayani jurusan antar kota antar provinsi, yakni Kaltim-Kalsel (dari Samarinda-Balikpapan-Penajam-Paringin-Barabai-Kandangan-Rantau-Martapura-Banjarbaru-Banjarmasin). Terminal ini dapat dicapai dengan transportasi air, yakni "tambangan" dari Pasar Pagi menyeberang ke dermaga menuju terminal dan transportasi darat, yakni dengan angkot K warna putih-hitam.
Jumlah toko paling banyak terdapat di kelurahan Sungai Keledang sebanyak 109 buah begitu pula dengan jumlah warungnya sebanyak 317 buah. Pasar yang merupakan sentra kegiatan ekonomi terdapat hampir di setiap kelurahan, kecuali di kelurahan Tenun dan Gunung Panjang yang merupakan kelurahan pemekaran. Hotel sebanyak 6 buah yang berada di kelurahan Sungai Kunjang dan Gunung Panjang. Sedangkan untuk kegiatan industri di kecamatan ini paling banyak terdapat industri rumah tangganya. Industri yang banyak diusahakan masyarakat disini antara lain, kain tenun samarinda, manik-manik, dan pembuatan ketupat.[2]
Sempat beredar wacana bahwa nama Samarinda Seberang akan diganti menjadi Samarinda Selatan dan hal itu pun menjadi kontroversi masyarakat setempat. Tetapi wali kota Samarinda saat itu Achmad Amins meluruskan bahwa tidak benar Kecamatan Samarinda Seberang bakal diganti Samarinda Selatan. Amins mengatakan bahwa wacana itu tidak benar. Bukan diganti Samarinda Selatan tetapi daerah atau kelurahan yang dulunya masuk Kutai Kartanegara seperti kelurahan Sengkotek, Tani Aman dan Simpang Tiga masuk Kecamatan Samarinda Seberang. Dia juga mengatakan lebih lanjut bahwa tidak mungkin Samarinda Seberang dihilangkan karena kawasan ini menjadi bagian dari sejarah Samarinda.[4]